(pelitaekspress.com) – YAPEN – Papua yang Aman, Damai dan Sejahtera belum juga terwujud, dapat dengan muda diketahui melalui berbagai kendala karena pembangunan yang entah disengaja ataukah tidak. Jika mengawali tahun 2021, terjadi lagi protes-protes rakyat oleh orang asli Papua (OAP) dibeberapa wilayah di Uncen Jayapura maupun di Kota Sorong tanah Papua, seakan memberikan signal kuat kepada pemerintah akan praktik-praktik ketidakadilan masih terus terjadi.
Kepada awak media, Ketua Forum Affirmation Kebijakan Pembangunan Papua (FAKPP) Benyamin Wayangkau, SE menyampaikan pandangannya bahwa situasi Papua saat ini sangat urgen untuk direspon oleh pengambil kebijakan terutama pemerintah dengan jujur dan tegas, sebab dalam mengikuti perkembangan dinamika politik Papua dalam pusaran Pemerintah Pusat yang di istilakan Papua dalam Pusaran Jakarta harusnya menjadi prioritas.
Menurut Aktifis Gerakan Angkan Muda Kristen Indonesia ini bahwa “begitu kencang tekanan dari arus bawa khususnya rakyat Papua melalui representase Organisasi – Organisasi Kemasyarakatan yang ada untuk terus memisahkan diri. Sikap Jakarta masih tetap sama yakni tancap gas untuk mempertahankan Keutuhan NKRI, Lalu melalui berbagai strategi dan Kebijakan Negara, memformulasikan program – program strategis ke Papua. Salah satu diantaranya adalah melakukan revisi pada Undang – Undang Otonomi Khusus Papua Jilid II versi Jakarta.
Menurutnya bahwa memang situasi saat ini secara Nasional, Papua ada dalam agenda Negara yaitu DPR RI sedang melakukan Sidang Paripurna tahun 2021. Dalam masa sidang ini, saya mengikuti perkembangan pembukaan lewat beberapa media cetak maupun elektronik dalam menyimak beberapa pokok penting Pidato Ketua DPR RI tentang Agenda Sidang Negara ini, salah satu Pokok diantarannya yaitu ” Pembahasan Refisi Beliad Otonomi Khusus Papua Nomor 21 Tahun 2001 ” ini masuk Urutan ke tiga dalam Agenda Sidang Pembahasan DPR RI ungkapnya.
Terkait agenda persidangan itu, Ketua DPR RI menyampaikan tiga hal Pokok yaitu ; 1. Habisnya Masa Otsus Papua Jilid I, yang telah menyerap Dana Otonomi Khusus sebesar Rp. 63, 1 Trilyun, 2. Otonomi Khusus jilid II tetap di teruskan Pemerintah, 3. Revisi Baliet Papua merupakan usulan dari Pemerintahan Jokowi pada tahun lalu.
Selaku Ketua FAKPP, menyatakan bahwa sebagai warga Negara kami menyambut baik sikap Pemerintah Pusat namun kami juga menyampaikan beberapa pemikiran tegas terhadap hal ini bahwa ; “Mencermati Pidato Ketua DPR RI bahwa Refisi baliet Otsus Papua merupakan usulan dari Pemerintahan Jokowi”, ini artinya memberi kesan kuat bahwa usulan Perubahan Otonomi Khusus Papua Adalah Keinginan Jakarta dan bukan Keinginan Orang Papua cetusnya.
Mantan Ketua KPU Kepulauan Yapen ini menyatakan bahwa dengan momen berlangsungnya masa sidang DPR RI maka jika Pemerintah Pusat hendak melakukan Revisi Undang – undang Otonomi Khusus, haruslah Merujuk pada usul saran pemikiran dari Papua melalui Rancangan Draf Otsus Plus yg di ajukan oleh Gubernur Papua sebagai wing solution ungkapnya.
Bung Benny sapaan akrabnya kembali menyampaikan pandangannya bahwa jika merujuk pada sejarah di Integrasikannya Papua ke dalam NKRI maka langka Presiden Soekarno terhadap Papua dalam Pembanguan Irian Barat yang berganti nama menjadi Irian Jaya adalah Langka Politik Otonomi Jilid I, itu artinya Fase ini adalah Otonomi jilid II dan jika mengalami Perubahan pada Era Jokowi maka kita Rakyat Papua masuk Fase atau Otonomi Fase ke III dan bukan Jilid II lagi. sebab kami menilai bahwa sesunghunya sama saja dari masa Soekarno sampai era Jokowi, situasi masih tetap mencekam, rakyat Papua masih tetap mati di bunuh bebernya.
Untuk itu, Jakarta harus merubah sikap dan pola pendekatanya, segera lakukan langka – langka sebagaimana yang di usulkan oleh LIPI dalam Rodmaap nya itu, serta mempertimbangkan jalan tengah pemikiran Almarhum Dr. Neles Tebai yang di tawarkan pada waktu lalu, Kami berharap DPR RI membicarakan hal ini dalam Peripurna Negara, sehingga melahirkan rekomendasi kerja yang baik untuk Papua dan massa depan rakyat Papua, disampaikan melalui realis yang diterima media (ed.zri).